JAKARTA, Wawasannews.com – Kebijakan penghapusan skema PPPK Paruh Waktu melalui Revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) memunculkan gelombang kegelisahan baru di kalangan tenaga honorer. Ironisnya, skema yang sempat dipandang sebagai jembatan transisi menuju penataan honorer ini belum genap setahun diterapkan sebelum akhirnya dipangkas dan dikembalikan ke konsep awal: jabatan profesional penuh waktu.
Langkah ini menandai perubahan cepat dalam sistem kepegawaian nasional. Banyak honorer yang tengah menanti formasi atau menunggu jadwal pelantikan kini merasa berada di persimpangan tanpa kepastian. Sejumlah daerah bahkan sudah menyiapkan kebutuhan formasi serta proses administrasi sebelum akhirnya harus menghentikan seluruh rangkaian karena aturan berubah.
ADVERTISEMENT
.SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemerintah menegaskan, keputusan ini merupakan bagian dari upaya menata ulang profesionalisme ASN. Namun di lapangan, perubahan mendadak ini dinilai menciptakan kekosongan transisi dan berpotensi membuat honorer kategori tertentu kembali kehilangan peluang yang sudah lama mereka perjuangkan.
Wakil Kepala BKN, Suharmen, menegaskan bahwa arah kebijakan kepegawaian yang baru tidak lagi membuka ruang untuk skema paruh waktu. “Dalam revisi UU ASN 2023 tidak akan ada lagi PPPK paruh waktu,” ujarnya. Pernyataan ini sekaligus menjadi sinyal berakhirnya peluang bagi honorer yang sebelumnya berharap dapat masuk melalui jalur ini.
Dampak penghapusan skema ini terasa di berbagai daerah. Banyak pemerintah daerah yang telah melakukan pendataan hingga memulai pemberkasan kini harus menarik ulang usulan formasi PPPK Paruh Waktu. Beberapa instansi juga memilih menunda pengumuman rekrutmen sembari menunggu pedoman teknis dari pusat untuk menyesuaikan kembali peta kebutuhan.
Di sisi lain, honorer berharap pemerintah menyiapkan skema transisi yang adil. Banyak dari mereka telah mengabdi bertahun-tahun, mengikuti proses seleksi, atau bahkan sedang menunggu pelantikan. Perubahan kebijakan yang terlalu cepat ini dianggap menimbulkan ketidakpastian baru dan berpotensi mengulang ketidakjelasan masa depan tenaga honorer yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade.
Meski pemerintah menargetkan profesionalisme yang lebih kuat dalam tubuh ASN, tantangan berikutnya adalah memastikan bahwa tidak ada tenaga honorer yang terpinggirkan. Penataan honorer membutuhkan arah kebijakan yang stabil, berjangka panjang, dan tidak berubah secara mendadak agar proses reformasi ASN dapat berjalan inklusif serta memberikan kepastian bagi jutaan tenaga non-ASN di seluruh.(ucl) Indonesia.

















