Ketika Ormas Tumpul oleh Politik Balas Budi di Indonesia

- Pewarta

Senin, 1 Desember 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi By AI

Ilustrasi By AI

Di banyak organisasi masyarakat di Indonesia—baik berbasis agama, sosial, maupun kepemudaan—keputusan penting sering kali tidak lahir dari diskusi anggota. Rapat panjang dengan berlembar-lembar kajian dapat selesai hanya melalui satu kalimat pendek dari seorang patron yang tidak selalu tercatat dalam struktur resmi.

“Begini saja, biar cepat.”

Di banyak tempat, inilah pola lama yang terus hidup di tubuh ormas.

ADVERTISEMENT

ads.

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rumah Besar yang Berdiri di Atas Figur Patron

Secara formal, ormas di Indonesia tampak modern. Ada struktur yang lengkap, aturan internal, hingga program kerja rutin. Namun dalam praktik, banyak organisasi justru berdiri di atas fondasi rapuh: ketergantungan pada satu tokoh yang memberi akses, pendanaan, atau legitimasi politik.

Ketika patron hadir, roda organisasi berputar. Ketika patron menjauh, aktivitas mulai terhenti. Rapat berkurang, program mengecil, dan agenda publik meredup.

Sebagian pengurus bahkan meyakini bahwa tanpa patron, organisasi akan kehilangan energi untuk hidup.

Jabatan sebagai Komoditas Balas Budi

Dalam sejumlah ormas di pusat maupun daerah, jabatan kerap diberikan sebagai bentuk balas budi, bukan berdasarkan kompetensi. Mereka yang aktif mengurus agenda patron lebih cepat naik daripada mereka yang mengurus program organisasi.

Akibatnya, kultur meritokrasi sulit tumbuh.
Kritik dianggap pembangkangan.
Data dianggap menghambat keputusan.
Gagasan baru dicurigai sebagai ancaman.

Organisasi pun perlahan berubah menjadi panggung simbolik: tampak besar, tetapi tidak kuat di dalam.

Fenomena yang Sedang Ramai di Publik

Beberapa tahun terakhir, publik semakin peka terhadap dinamika internal ormas di Indonesia. Di tingkat nasional, polemik kepengurusan ormas besar—termasuk organisasi keagamaan tertua di negeri ini—menjadi sorotan ketika kepentingan ekonomi dan jaringan politik bersinggungan dengan keputusan struktural. Di daerah, kasus serupa muncul dalam skala yang lebih kecil: konflik kepengurusan, perebutan pengaruh, hingga ormas yang terseret ke dalam ranah politik praktis.

Polanya serupa:
patron menggerakkan organisasi, bukan sistem yang bekerja.

Keterlibatan tokoh kuat atau elite politik kerap menggeser arah ormas dari kepentingan publik menjadi kepentingan jaringan tertentu. Hal ini memperlihatkan bahwa ormas—yang seharusnya menjadi ruang pembinaan warga—justru semakin rentan menjadi perpanjangan tangan kekuatan politik.

Pertanyaan Dasar: Bisakah Ormas Berdiri Tanpa Patron?

Pertanyaan paling penting untuk banyak ormas hari ini adalah:

Apakah organisasi ini tetap berjalan ketika patron tidak lagi mendukung?

Sayangnya, banyak organisasi belum memiliki fondasi yang mandiri. Kelemahan itu tampak pada:

  • pendanaan yang bergantung pada satu sumber,

  • kaderisasi yang tidak terencana,

  • promosi jabatan tanpa standar,

  • evaluasi program yang tidak berjalan,

  • regenerasi yang ditentukan oleh kedekatan, bukan kapasitas.

Tanpa perbaikan struktural, ormas mudah terseret kepentingan luar dan kehilangan mandat sosialnya.


Tiga Langkah untuk Menguatkan Ormas

Untuk membangun ormas yang lebih dewasa dan tahan terhadap pengaruh patron, beberapa langkah berikut penting diterapkan:

  1. Membangun pendanaan yang independen dan terukur
    Keragaman sumber dana membuat organisasi tidak dikendalikan oleh satu figur.

  2. Menegakkan promosi berbasis kinerja
    Jabatan strategis harus diberikan pada kader yang benar-benar bekerja.

  3. Menghidupkan evaluasi dan regenerasi yang transparan
    Mekanisme organisasi harus berjalan apa adanya, bukan apa maunya patron.

Langkah-langkah ini tidak mudah, tetapi menjadi fondasi penting untuk masa depan ormas.

Ormas yang Dewasa Hidup dari Sistem, Bukan dari Patron

Ormas merupakan bagian penting dari ekosistem sosial Indonesia. Agar dapat menjalankan peran tersebut dengan baik, organisasi harus berdiri di atas sistem yang kuat, bukan sepenuhnya bergantung pada figur pusat.

Ketika patron menjadi motor utama, organisasi mungkin tampak bergerak cepat. Namun tanpa sistem yang mandiri, ormas mudah goyah dan terjebak dalam siklus politik balas budi yang berkepanjangan.

Masa depan organisasi masyarakat di Indonesia akan lebih terjamin jika ia bisa berdiri tidak karena kekuatan patron, tetapi karena kokohnya struktur dan integritas internalnya. (Robert)

Berita Terkait

Apakah Harga Tarif Listrik Naik Per November? Simak Di Halaman Artikel Di Bawah ini.
Refleksi Hari Santri 2025: Di Tengah Bising Dunia Maya, Santri Tetap Menjaga Cahaya
Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia: Kepemimpinan Prabowo Subianto dan Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045
Demokrasi Kita Ditawan Ketakutan
Berita ini 6.968 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 4 November 2025 - 04:15

Apakah Harga Tarif Listrik Naik Per November? Simak Di Halaman Artikel Di Bawah ini.

Rabu, 22 Oktober 2025 - 15:22

Refleksi Hari Santri 2025: Di Tengah Bising Dunia Maya, Santri Tetap Menjaga Cahaya

Selasa, 12 Agustus 2025 - 11:06

Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia: Kepemimpinan Prabowo Subianto dan Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045

Sabtu, 3 Mei 2025 - 21:05

Demokrasi Kita Ditawan Ketakutan

Berita Terbaru