Bogor, Wawasannews.com – Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri dan pimpinan lembaga di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Jawa Barat, Minggu (23/11/2025). Pertemuan itu difokuskan pada penguatan penertiban kawasan hutan dan pertambangan, sekaligus evaluasi penegakan hukum di sektor sumber daya alam yang selama ini rawan penyalahgunaan.
Dalam rapat tersebut, Presiden menerima laporan terkini mengenai kinerja Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), termasuk progres penertiban kawasan hutan yang selama bertahun-tahun dikuasai secara ilegal. Kepala negara juga membahas tindak lanjut penertiban pertambangan yang beroperasi tanpa izin atau menyimpang dari aturan, khususnya yang berada di dalam kawasan hutan negara.
Prabowo menekankan agar penertiban tidak sekadar berorientasi pada penindakan, tetapi juga pada penataan ulang tata kelola lahan, perizinan, dan pemulihan fungsi kawasan. Beberapa kawasan ilegal yang sebelumnya sulit dijangkau aparat, menurut laporan para menteri dan Satgas, kini mulai dibuka akses penegakan hukumnya dan diminta segera ditindaklanjuti secara terukur dan terkoordinasi.
ADVERTISEMENT
.SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai latar belakang, Satgas PKH dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pembentukan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan. Satgas ini diberi mandat besar untuk mengembalikan penguasaan negara atas kawasan hutan yang dikuasai secara melawan hukum, memulihkan fungsi ekologis, dan mengoptimalkan penerimaan negara dari pemanfaatan lahan yang sah
Hingga pertengahan 2025, Satgas PKH dilaporkan telah berhasil mengembalikan lebih dari 3 juta hektare kawasan hutan ke penguasaan negara, sebagian dialokasikan untuk konservasi dan ketahanan pangan, sementara jutaan hektare lainnya masih dalam proses administrasi dan verifikasi Di sektor pertambangan, Satgas PKH dan kementerian terkait menargetkan penertiban sekitar 4,2 juta hektare tambang ilegal di kawasan hutan agar manfaat ekonominya kembali ke kas negara dan masyarakat l
Rapat di Hambalang juga dihadiri jajaran penegak hukum dan lembaga pengawas keuangan untuk memperkuat pendekatan “follow the money” terhadap aktivitas ilegal di hutan dan tambang. Hadir antara lain Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yusuf Ateh, serta Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. Kehadiran lembaga-lembaga ini diharapkan membuka jalan bagi penertiban yang lebih transparan, akuntabel, dan berbasis data keuangan.
Dari jajaran kementerian, tampak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. Mereka memaparkan peta masalah, regulasi turunan yang dibutuhkan, hingga skema pemanfaatan kembali lahan yang sudah dikembalikan ke negara.
Dalam keterangan resmi yang disampaikan Sekretaris Kabinet, Presiden Prabowo kembali menegaskan komitmennya untuk menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945. Ia mengutip bunyi pasal tersebut bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pasal 33 selama ini menjadi dasar konstitusional pengelolaan sektor-sektor strategis, termasuk energi, mineral, dan kehutanan, agar pengelolaannya tidak hanya menguntungkan kelompok tertentu, tetapi memberi nilai tambah bagi masyarakat luas
Melalui penertiban hutan dan tambang ilegal, pemerintah ingin memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya alam sejalan dengan prinsip keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan kepastian hukum bagi pelaku usaha yang patuh aturan. Langkah ini juga penting di tengah agenda transisi energi dan upaya Indonesia menjaga daya saing investasi tanpa mengorbankan kelestarian hutan.
Prabowo meminta seluruh jajaran untuk bekerja secara terintegrasi, menghindari pendekatan konfrontatif yang tidak perlu, dan mengutamakan solusi yang memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar. Dengan penegakan hukum yang terarah dan tata kelola yang lebih bersih, pemerintah berharap kawasan hutan dan tambang yang selama ini dikuasai secara ilegal dapat bertransformasi menjadi sumber kesejahteraan yang sah, produktif, dan berkelanjutan bagi rakyat Indonesia. (fad)

















