SEMARANG, WawasanNews – Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PW IPNU) Jawa Tengah menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa yang menimpa Ahmad Zuhdi (63), guru Madrasah Diniyah Roudhotul Mutaalimin, Desa Jatirejo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak. Zuhdi diminta membayar uang damai sebesar Rp12,5 juta setelah insiden yang terjadi saat proses belajar mengajar berlangsung.
Ketua PW IPNU Jawa Tengah, Muhammad Irfan Khamid, menyebut bahwa kasus ini tidak bisa dipandang hanya sebagai persoalan hukum. Irfan menyampaikan bahwa kejadian tersebut mencerminkan semakin menurunnya penghormatan terhadap guru di lingkungan pendidikan kita.
“Kami sangat prihatin atas kejadian yang dialami Mbah Yai Zuhdi. Ini bukan hanya tentang hukum atau pelanggaran semata, melainkan cermin dari krisis adab. Wibawa guru yang selama ini menjadi pilar pendidikan moral, kini justru dipertaruhkan,” ujar Irfan, Sabtu (19/7/2025).
Kronologi Peristiwa
Insiden bermula pada Selasa, 30 April 2025, saat Ahmad Zuhdi tengah mengajar di kelas 5. Tiba-tiba sebuah sandal dilempar dari luar dan mengenai peci yang ia kenakan. Zuhdi kemudian keluar kelas dan menanyakan siapa pelakunya. Karena tidak ada yang mengaku, beliau menggertak akan membawa para siswa ke kantor. Salah satu murid lalu menunjuk rekannya berinisial D sebagai pelaku. Zuhdi mengaku menampar murid tersebut sebagai bentuk teguran.
“Saya akui menampar, tapi dalam konteks mendidik. Bukan dengan niat melukai. Selama 30 tahun saya mengajar, baru kali ini mengalami hal seperti ini,” tutur Zuhdi dalam konferensi pers di Mushola Desa Jatirejo, Jumat (18/7/2025).
Zuhdi telah meminta maaf secara langsung dan menandatangani surat pernyataan bermeterai. Namun beberapa bulan kemudian, ia didatangi lima orang yang mengaku dari LSM, membawa surat dari kepolisian, dan meminta penyelesaian damai sebesar Rp25 juta. Setelah negosiasi, nominal tersebut disepakati menjadi Rp12,5 juta. Sayangnya, kesepakatan itu tidak dituangkan secara tertulis.
Karena keterbatasan ekonomi, Zuhdi sempat berencana menjual sepeda motornya demi menutupi permintaan tersebut. Ia kini masih mencicil utang yang digunakan untuk membayar uang damai, dengan bantuan dari rekan-rekan sesama guru dan warga.
PW IPNU Jawa Tengah : Guru Madin Perlu Perlindungan Nyata
Irfan menegaskan bahwa PW IPNU Jateng tidak membenarkan kekerasan dalam pendidikan. Namun, pendekatan penyelesaian kasus seperti ini, apalagi terhadap guru madin yang hidup dalam keterbatasan, patut dikaji ulang.
“Guru madin bukan hanya pengajar, tetapi juga pendidik akhlak dan penjaga tradisi keilmuan Islam. Maka jika mereka menghadapi tekanan seperti ini tanpa perlindungan, tentu menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan kita,” jelasnya.
PW IPNU Jawa Tengah mengajak semua pihak—baik pemerintah daerah, Kementerian Agama, hingga aparat penegak hukum—untuk memberikan perhatian dan perlindungan yang lebih nyata terhadap para guru madrasah diniyah.
“Kami ingin pendidikan diniyah dijaga martabatnya. Tidak cukup dengan penghargaan simbolik, tapi harus dibarengi dengan perlindungan kebijakan. Ketika seorang guru dipermasalahkan tanpa melihat konteks secara utuh, maka yang dirugikan bukan hanya individunya, tapi seluruh ekosistem pendidikan kita,” lanjut Irfan.
Ia juga menyerukan kepada seluruh kader IPNU untuk menunjukkan kepedulian nyata kepada para guru madin, karena dari merekalah nilai-nilai keilmuan dan akhlak ditanamkan kepada generasi muda Nahdliyin.
“Guru adalah pelita yang menerangi jalan kami. Ketika pelita itu mulai padam karena tekanan dan ketidakadilan, maka tanggung jawab kita bersama untuk menyalakannya kembali,” pungkas Irfan.
PW IPNU Jawa Tengah berharap kasus serupa tidak terulang di daerah lain dan menjadi bahan refleksi bersama tentang pentingnya tata nilai dan penghormatan kepada para pendidik, khususnya dalam lingkungan pendidikan keislaman akar rumput seperti madrasah diniyah. (Wwn)
Komentar