SEMARANG, Wawasannews.com – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Semarang menggelar aksi penolakan KUHAP baru di kawasan Jalan Pahlawan pada Jumat, 21 November 2025. Aksi ini merupakan tanggapan atas pengesahan revisi Undang-Undang KUHAP oleh DPR RI pada 19 November 2025 yang dinilai tergesa-gesa dan minim partisipasi publik.
Ketua Cabang PMII Semarang, M. Afiq Nur Cahya, dalam orasinya menyatakan bahwa sejumlah pasal dalam KUHAP baru berpotensi memperluas ruang represif aparat. “Saat aparat bisa menangkap, menyadap, atau menahan tanpa izin hakim, maka warga biasa-aktivis, jurnalis, hingga masyarakat rentan-bisa menjadi korban kriminalisasi. Kami mendesak agar pasal-pasal problematik ini dicabut dan KUHAP direvisi dengan prinsip HAM,” ujarnya.
PMII menilai perluasan kewenangan aparat pada tahap penyelidikan menjadi salah satu isu utama. Pasal 16 dinilai memberi celah penggunaan operasi terselubung tanpa pengawasan hakim, sementara Pasal 5 ayat (2) dianggap membuka ruang penangkapan dan penggeledahan meski tindak pidana belum dipastikan terjadi. Selain itu, Pasal 90 dan 93 dipersoalkan karena memperlonggar mekanisme penahanan dan penangkapan tanpa izin pengadilan.
ADVERTISEMENT
.SCROLL TO RESUME CONTENT
PMII juga menyoroti pasal-pasal yang memungkinkan penyadapan, penggeledahan, penyitaan, atau pemblokiran tanpa izin hakim, seperti Pasal 105, 112A, 132A, dan 124. Mekanisme restorative justice dalam Pasal 74a, 78, dan 79 turut dikritik karena dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan tanpa kewajiban pelaporan kepada lembaga pengawas. Mereka menilai kondisi tersebut rawan penyalahgunaan. Sentralisasi kewenangan pada Polri melalui Pasal 7 dan 8 serta ketentuan bagi penyandang disabilitas dalam Pasal 99 juga menjadi sorotan.
Dalam aksinya, PMII Semarang menyampaikan tujuh tuntutan, antara lain pencabutan pasal-pasal kontroversial yang dinilai mengabaikan nilai HAM, kecaman terhadap tindakan represif aparat, dorongan revisi KUHAP berbasis HAM, reformasi Polri, penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, penerbitan perppu terkait KUHP dan KUHAP, serta penolakan terhadap pencatutan nama lembaga dan individu dalam RDPU penyusunan KUHAP. (Iqbal-Red)

















