Advertisement
Headline Nasional
Beranda » Post » Headline » “Sidang Tahunan MPR 2025: Puan Tekankan Peran Kritik bagi Kemajuan Bangsa”

“Sidang Tahunan MPR 2025: Puan Tekankan Peran Kritik bagi Kemajuan Bangsa”

Ketua MPR Ahmad Muzani (kiri) bersama Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) dan Ketua DPD Sultan Bachtiar Najamudin (kanan) menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARAFOTO/Rivan Awal Lingga/app/rwa.

Jakarta, WawasanNews – Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan bahwa kritik adalah bagian vital dalam kehidupan berdemokrasi. Menurutnya, kritik berfungsi untuk menyadarkan penguasa, memperbaiki kebijakan, menuntut pertanggungjawaban, dan mendorong kemajuan seluruh anak bangsa. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam pidato di Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD RI 2025 yang digelar di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Di hadapan Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, para menteri kabinet, dan pejabat tinggi negara lainnya, Puan menekankan bahwa kritik, meskipun keras dalam substansi dan berbeda pandangan dengan kebijakan pemerintah, tidak boleh menjadi pemicu kekerasan atau kebencian. Ia menegaskan bahwa kritik bukanlah alat untuk merusak etika, moral, maupun persatuan bangsa.

“Kritik harus menjadi vitamin demokrasi. Ia tidak boleh menjadi racun yang merusak, melainkan menjadi suplemen yang menyehatkan kehidupan berbangsa,” ujar Puan.

Ia menambahkan, kritik yang konstruktif justru akan membantu pengambil kebijakan memahami persoalan dari sudut pandang rakyat. “Kritik yang sehat bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk mengingatkan dan memperbaiki. Demokrasi tanpa kritik adalah demokrasi yang pincang,” tegasnya.

Fenomena Kritik Kreatif di Era Digital

Puan juga menyoroti tren baru di masyarakat dalam menyampaikan aspirasi dan keresahan. Jika dulu kritik banyak disampaikan melalui demonstrasi atau petisi, kini rakyat memanfaatkan ruang digital dengan cara-cara kreatif.

Tiga Pilar Kendal Satukan Tekad Jaga Daerah Tetap Kondusif

Ia menyebut beberapa contoh yang marak di media sosial: ungkapan sarkastik “kabur aja dulu” untuk menggambarkan ketidaksiapan menghadapi masalah, sindiran “Indonesia Gelap” untuk mengkritik kebijakan energi dan transparansi, lelucon politik “negara Konoha” yang menyamakan situasi politik Indonesia dengan cerita fiksi, hingga simbol-simbol unik seperti “bendera One Piece” yang berkibar dalam aksi protes di berbagai daerah.

“Bahasa rakyat kini bertransformasi. Mereka menyampaikan keresahan dengan idiom zaman mereka sendiri, lewat meme, sindiran, atau simbol pop culture yang mudah dimengerti generasi muda,” ujar Puan.

Fenomena ini, menurutnya, harus dipahami oleh pemerintah dan para pembuat kebijakan, bukan sekadar dianggap sebagai candaan atau gangguan.

Mengajak Penguasa untuk Mendengar

Puan mengajak seluruh pemegang kekuasaan untuk membuka telinga dan hati terhadap berbagai bentuk kritik. Baginya, setiap ungkapan publik—apakah itu berupa artikel opini, video parodi, atau simbol di jalanan—memiliki makna mendalam.

“Di balik setiap kata ada pesan. Di balik setiap pesan ada keresahan. Dan di balik keresahan itu ada harapan. Jangan abaikan suara rakyat, sekecil apa pun,” kata Puan.

Polres Kendal Gelar Rapat Forkopimda-Kominda, Bahas Situasi Keamanan dan Upaya Jaga Kondusifitas Daerah

Konteks Sidang Tahunan

Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD RI 2025 merupakan forum tahunan yang mempertemukan seluruh unsur lembaga tinggi negara. Dalam sidang ini, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato kenegaraan yang berisi evaluasi kinerja pemerintah, sementara pimpinan lembaga legislatif memberikan laporan tahunan.

Selain Puan Maharani, para pimpinan MPR, DPD, dan lembaga negara lainnya juga menyampaikan pandangan dan rekomendasi. Kehadiran tokoh-tokoh penting, seperti para mantan presiden, duta besar negara sahabat, hingga perwakilan masyarakat, membuat sidang ini menjadi salah satu momentum politik paling bergengsi di Indonesia.

Puan menutup pidatonya dengan mengingatkan bahwa demokrasi yang sehat memerlukan keseimbangan antara kebebasan menyampaikan kritik dan kebijaksanaan dalam meresponsnya.

“Bukan kritik yang membahayakan negara, tetapi ketertutupan terhadap kritiklah yang justru akan menghancurkan masa depan bangsa,” pungkasnya (Wwn)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement